Jumat, 05 April 2013

Pantai Jonggring Saloka

Pantai Jonggring Saloka adalah sebuah pantai yang indah terletak di Desa Mentaraman Kecamatan Donomulyo, berjarak kurang lebih sekitar 70 Km dari pusat Kota Malang. Pantai ini merupakan salah satu pantai yang ada di Kabupaten Malang yang mempunyai ombak cukup besar. Tak heran beberapa pengunjung menggunakan pantai ini untuk bermain surfing. Apabila anda berkunjung ke Kabupaten Malang, jangan lupakan pantai Malang selatan yang satu ini.
 
Pantai Jonggring Saloka terletak di desa Mentaraman. Ada dua tempat yang menjadi daya tarik di Jonggring Saloka, yakni "Ngebros" adalah suatu tempat yang terdapat karang yang terdapat lubang besar, yang mana ketika ombak besar menghantamnya akan terjadi semburan air laut yang tinggi ke angkasa, kemudian "Pantai Pasir Hitam", dipantai ini anda akan melihat hamparan pasir disepanjang pantai yang berwarna hitam pekat dan pasirnya halus lembut. Pada awal dibukanya pantai Jonggring Saloka, terdapat upacara labuhan yang dilaksanakan pada tanggal 14 Muharam sore atau malam bulan purnama (15 Suro). Acara berupa larung sesaji ke laut.

 








Mari Memasarkan Grobogan



Suara Merdeka 05 April 2013

  • Oleh Tri Marhaeni P Astuti
 
SIAPA tidak kenal Grobogan, kabupaten terbesar di Jawa Tengah dengan berbagai image dan stereotipe? Ada ungkapan menarik, “Purwodadi kuthane, sing dadi nyatane”, yang menurut saya menjadi semacam “tagline” pemicu semangat untuk terus berkarya dan menunjukkan eksistensi sebagai orang Grobogan.
Menyebut Purwodadi, Grobogan, kita akan segera terhubung dengan kuliner yang paling menghegemoni, yakni masakan swike. Image yang selalu terbangun, swike itu kodok, seolah-olah orang Grobogan suka makan katak. Padahal swike adalah jenis masakan, yang isinya bisa ayam bisa pula kodok. Alangkah lebih baik apabila romansa masakan ini bisa mengopini bahwa swike ayam Grobogan juga merupakan identitas setenar swike kodok.
Kecap Purwodadi juga punya tempat tersendiri di hati masyarakat, selalu menjadi oleh-oleh khas. Sayang, untuk mendapatkannya, kita harus bertanya dulu dari satu orang ke orang lain. Sering saya ditanya, “Di mana to tempat membelinya?”
Luas wilayah Grobogan juga memberi berkah dengan berbagai potensi dan representasi identitas. Dari bagian barat, Gubug dan Godong terkenal dengan keripik renyah dan khas yang tidak ditemukan di tempat lain. Keripik yang masih berbentuk kedelai (seperti tempe belum jadi) yang diiris tipis sangat renyah dan gurih. Namun untuk menemukannya juga hanya orang-orang tertentu saja yang bisa, hanya dari mulut ke mulut. Lalu bagaimana caranya agar keripik Gubug ini bisa didapat dengan mudah, “di depan mata”?
Ikon kuliner lain adalah getuk bersemi. Ini sebenarnya bisa menjadi potensi identitas yang luar biasa. Getuk merupakan makanan rakyat dengan romantisme masa lalu dan “kebermaknaan untuk kesehatan” pada masa kini.
Masih banyak lagi kuliner Grobogan yang membawa romansa penghegemoni masyarakat. Misalnya sega pecel Gambringan, sega jagung, bothok yuyu, gudangan, dan ungker lombok ijo. Yang saya sebut itu hanya sebagian kecil, karena  masih banyak lagi jenis kuliner yang romantik dan terkenal.
Situs Sejarah
Selain wisata kuliner juga banyak situs bersejarah yang menjadi identitas Grobogan. Sudah pernah saya tulis dalam artikel terdahulu, terdapat tempat-tempat bersejarah dan objek wisata religi, seperti situs Ki Ageng Selo, Api Abadi Mrapen, dan Bledhug Kuwu. Juga tempat-tempat wisata religi dengan berbagai sendangnya.
Last but not least, Grobogan punya potensi wisata budaya yang sangat terkenal: tayub. Betapa indah jika kesenian yang tiap tahun difestivalkan ini betul-betul dikemas dalam satu paket wisata reguler, sehingga orang selalu menanti. Bukankah kita mengenal Festival Kesenian Jember, Solo Batik Carnival, Apem Yaqowiyu di Klaten, yang tiap tahun selalu ditunggu masyarakat?
Sentra Produk
Di wilayah industri-kebudayaan, Grobogan sudah mulai mengembangkan batik khas. Sebagai penyuka batik yang “tiada hari tanpa berbatik”, saya sangat bangga ketika daerah kelahiran saya itu mengembangkan batik khas. Hanya, di mana harus mendapatkan, akses informasinya masih sangat terbatas.
Sangatlah penting jika Grobogan mempunyai sentra produk asli yang mudah dijangkau, gampang ditemukan, dengan bersinergi mengembangkan kekuatan promosi media massa.  Eksotisme sebagai wilayah di pegunungan kapur akan terwakili dari sentra produk ini.
Tentu dibutuhkan kerja keras, kreativitas, dan tak pernah bosan berinovasi agar sentra produk asli Grobogan itu benar-benar menghegemoni masyarakat. Saya mengimpikan suatu saat image Grobogan berubah dari “jalan yang selalu rusak” menjadi Grobogan yang dikenal karena potensi-potensi, antara lain wisata kuliner dan wisata budayanya.
Sebagai catatan, kabupaten ini sudah meraih banyak penghargaan, di antaranya Parahita Ekapraya empat kali berturut-turut. Penghargaan ketahanan pangan pun sudah didapatkan.  Ujung-ujungnya, keberagaman potensi itu menjadi tak bermakna manakala orang luar kesulitan mengakses, antara lain karena keterbatasan informasi dan banyak infrastruktur jalan yang rusak. (10)

— Tri Marhaeni Pudji Astuti, guru besar Antropologi Jurusan Sosiologi & Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Unnes



Manajemen Keturunan - Jawa Pos, 1 April 2013




oleh : Rhenald Kasali (Catatan) pada 5 April 2013 pukul 9:40
            
 Di atas panggung saya melihat  Ibas beberapa kali melihat jam tangannya saat ketua sidang KLB Partai Demokratdi Bali Maret 2013, Mangindaan menjelaskan mekanisme persidangan. Entah apa yang ada di kepala putra presiden yang belakangan namanya sering disebut-sebut pers itu. Apalagi saat ayahanda didaulat menjadi Ketua UmumPartai yang didirikannya.
           Di luar gedung, televisi menurunkan narasumber-narasumber  yang sinis berucap terhadap political dynasty. Nama-nama keluarga sebagai calonpresiden pun diusung para pengikut seakan menjadi jalan keluar dari jebloknyarating. Sedangkan di dalam gedung, ribuan kader mendesak: SBY harus takeover,keluarga  adalah calon presiden berikutnya. Di dalam hati, saya justruberempati pada para penerus dynasty:“Betapa berat beban yang kau tangggung, nak.” 

 TheCaged Life
           Kahlil Gibran menulis, “anakmubukanlah anakmu, mereka putra-putri sang hidup, yang rindu akan dirinyasendiri”. Tetapi di seluruh dunia, orang tua dan komunitas merasa anak adalahmilik orang tua. Mereka bertanggung jawab memikul beban sejarah. Kehebatan dandosa orang tua adalah milik anak, harta dan tahta orang tua juga menjadi hartaanaknya. Anak-anak dipenjara, menjadi the prisioner of the past. Theprisioner of our problem.
           Dua tahun yang lalu, saatmemindahkan anak dari sebuah SMA terpandang di Jakarta, saya melihat air mataAdam  (16 tahun) menetes. Berat rasanya meninggalkan komunitas berbagirasa di sini. Masalahnya, wali kelas yang hebat selalu membandingkan prestasianak dengan ayahnya yang profesor. Jauh di balik keriangannya bergaul, adaderita yang ia tanggung membawa beban nama keluarga. Di luar negeri, ia diperlakukan sama dengan anak-anak lain, lagi pula tak ada yang kenalsiapa ayahnya. Di sana ia bebas belajar menjadi dirinya sendiri. 
           Saya tak pernah bercita-cita menjadikan anak-anak atau istri seperti diri saya.Mereka bebas menempuh perjalanan hidup ini, menemukan lentera jiwanya. Jauh dibalik hujatan terhadap putra-putri pejabat yang seakan-akan menikmati ketenaransebagai putra orang-orang terkenal, saya justru menaruh simpati yang teramatdalam. Entah ia putra presiden, anak direktur atau pengusaha, putri menteri,anak rektor atau guru besar. Semua berpotensi hidup dalam kurungan jiwa: TheCaged Life.
           Hidup yang menderita adalah hidupyang dijalani untuk menyenangkan orang lain dan didikte. Naskah pidatodibuatkan, senyum  disetel dan orang-orang yang berada disekitar kitabukanlah sahabat yang kita pilih, kita tak tahu siapa mereka. Dulu orangmemerangkap Tutut agar menjadi penerus dynastySoeharto. Lalu orang juga memerangkap Puan untuk meneruskan dynasty Soekarno.  Maaf, dynasty bukanlah melulu masalahpresiden, itu adalah masalah pendukung yang takut kehilangan pijakan.
           Di Jakarta, M. Rasyid Amrullah, putra Menko Perekonomian Hatta Rajasa harusnyabersedih kala tak bisa merasakan pahitnya jeruji penjara. Ia dipaksa menerimakehendak jaksa dan hakim yang begitu hormat terhadap nama besar keluarganya.Hukuman percobaan itu  bukanlah hadiah dari Tuhan, melainkan buatanmanusia. Ketika manusia tak bisa merasakan penderitaan, ia justru akankekurangan kebahagiaan. “Betapa berat dikejar rasa bersalah sepanjang hidupketimbang memanggul salib beberapa bulan,” ujar umat Kristiani di hari Paskah .
           Di Amerika Serikat, political dynasty bukannya tidak ada. HillaryClinton ingin mengulangi sejarah suaminya. George Bush, Jr  bahkandipercaya dua periode meneruskan ambisi keluarganya. Demikian pula keluargaKennedy yang meneruskan ambisi kakek Joe Kennedy yang kaya raya dari berbagaiusaha (termasuk impor ilegal minuman keras). Sebagian publik melihat dynastyini meraih kejayaan politik: menjadi presiden (JFK), senator (Robert dan Ted)dan anggota parlemen. Tetapi publik yang lain mencatat banyak anggota keluargayang mengalami depresi hingga bunuh diri.
           Di Turki, orang selalu ingat jasa Sultan Mehmed II yang berhasil menegakkankejayaan Islam dengan menaklukan Constatinopel. Tetapi di awal abad 20, parapenerus kerajaan Ottoman justru menanggung beban.  Mereka diusir dariTurki, saat bangsa ini menghendaki negerinya menjadi republik. Tak bolehkahputra mahkota menjadi rakyat biasa dan hidup sebagai musisi, akademisi, petani,atau apa saja yang mereka suka?
           Hal serupa harusnya juga dirasakan keluarga Papandreou di Yunani yang empatgenerasinya mampu menjadi perdana menteri. Namun begitu George Papandreoumemimpin, Yunani justru didera krisis terhebat sepanjang sejarah sehingga iadipaksa turun pada tahun 2011. Pemimpin bukan cuma dibekali darah, tapi diujioleh sejarah dan sekolah.
           Jadi manajemen keturunan bukanlah hal yang sederhana. Kalau kebahagiaan adalahobjektif sebuah kehidupan, maka biarkanlah Ibas dan Puan menata kehidupannyasendiri. Biarkanlah mereka hidup dalam lentera jiwanya. Biarkanlah anak-anakAnda, wahai para pengusaha dan pejabat, menemukan rindunya hidup merekamasing-masing. Para pendukung  harus mulai bisa melepaskan nama besarorang tua  dari  anak-anaknya agar hidup bahagia, dan bangsa inimenemukan pemimpin yang teruji.


Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan