Blog-e Kunthil............
Senin, 23 Oktober 2017
Candi Sumberawan
Sabtu, 22 Oktober 2016
Telepon dari seorang menteri dan paku yang harus kumaknai....
Siang 5 Oktober 2016 itu tiba-tiba saja terdengar dering hp yang saya taruh di saku depan, setelah kulihat ternyata pak menteri yang telepon. Kaget juga melihat nama yang tertera di layar hp. Sudah lama saya tidak ditelpon oleh beliaunya. setelah dilantik menjadi menteri saya pikir sudah tidak mungkin menelepon lagi, apalagi dengan kesibukannya menjadi pembantu presiden. Memang dulu sebelum menjadi menteri kalau ada “sesuatu” di rumah pasti menelepon saya.
Dengan menata hati, (kerena yang menelepon adalah seorang menteri lho...) setelah kugeser layar hp, lalu kusampaikan salam. Masih seperti dulu dengan menjawab salam beliau menanyakan khabar kegiatan yang sedang dikerjakan. Setelah menjelaskan panjang lebar perkembangan gedung yang kukerjakan, beliaunya menyampaikan terima kasih dan menutup telepon.
Selang 17 hari tepatnya 22 Oktober beliau mengunjungi kami di lokasi kegiatan. Tidak seperti dulu meski pengawalan agak ketat beliau masih seperti biasa. Namun ada pesan khusus yang beliau sampaikan kepadaku : “ Pak Ari tolong paku yang tercecer, berserakan diambili pakai magnet”
Sebenarnya paku-paku bekas itu tidaklah terpakai karena sudah karat dan agak bengkok-bengkok. Memang dari pada tidak terpakai dan bisa meciderai orang yang melintas, lokasi haruslah bersih dan rapi.
Mengapa kok “paku” yang ditekankan tidak yang lainnya misalkan kayu-kayu yang berserakan, pasir, koral sisa-sisa material lainnya???..
Paku merupakan komponen penting dalam sebuah bangunan, walaupun kecil paku mempunyai peranan penting. Ketika bekisting terpasang, untuk perkuatan ataupun untuk menyatukan antara bidang kayu satu dengan bidang kayu yang lainnya. Bahkan dengan paku kayu yang tadinya kurang berguna bisa bersatu dan kokoh sehingga bisa berguna.
Dari paku kita bisa mengambil hikmahnya, utamanya bagi pemimpin – pemimpin bangsa ini, bagaimana paku bisa menyatukan dua bilah kayu yang berbeda, dan sudah menjadi nasibnya selalu di pukul terus menerus sampai tertancap sedalam-dalamnya, akan tetapi tidaklah marah dan ketika paku tersebut muncul disamping akan membahayakan orang, kita pasti terus kembali memukulnya sampai tidak kelihatan.
Penggunaan pakupun harus melihat ukuran barang yang harus dipaku, jika hal ini diabaikan bukan tidak mungkin barang yang kita paku akan pecah karena paku yang tidak sesuai ukuran. Begitu juga dengan pemimpin, ketika kita jadi pemimpian kita diperintahkan untuk menyatukan rakyat untuk berdampingan dengan baik dan saling memahami. Kita harus menggunakan cara-cara yang tepat sebagaimana kita memilih paku yang tepat untuk barang yang akan kita satukan, sehingga kita akan memperoleh hasil yang maksimal.
Kamis, 22 Oktober 2015
Pilkakada dengan aturan baru...
Jelang Pilkada serentak yang akan dilaksanakan tanggal 9 Desember 2015, berbagai persiapan telah dilakukan. Salah satu persiapan ditingkat bawah yang dilaksanakan adalah pembentukan KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang merupakan ujung tombak pelaksana di lapangan. Tidak seperti Pemilu-pemilu sebelumnya, untuk Pilkada tahun ini berbagai persyaratn harus dipenuhi jika seseorang ingin mendaftar menjadi anggota atau ketua KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara).
Sebagaimana tertuang pada Peraturan KPU No.3 Tahun 2015 pasal 18 diantaranya berbunyi : Belum pernah menjabat dua kali sebagai anggota PPK, PPS dan KPPS. Memang benar tujuan KPU membuat aturan baru ini untuk menghindari petugas pemilu yang beranggapan bahwa proses pemilu merupakan rutinitas yang sama dan sulit untuk beradaptasi terhadap norma dan peraturan yang baru. Dan juga beranggapan bahwa pemilu tidak berubah dari dulu sehingga mereka tidak mau untuk belajar, akibatnya secara administrasi banyak masalah yang terjadi.
Kalau mengacu aturan KPU diatas bisa jadi suatu desa yang mempunyai sumber daya manusia terbatas tidak menyelengaarakan pilkada ini, karena disuatu desa biasaya suatu kegiatan apapun yang dilaksanakan kebanyakan “orang-orang” itu saja. Hal ini adanya kurang kepedulian warga tentang desanya. Sehingga jika dibatasi dua kali sebagai anggota KPPS maka dengan sendirinya tidak bisa mendaftar lagi untuk menjadi petugas di tingkat desa. Bahkan banyak sekali orang-orang ini sudah menjadi petugas bertahun-tahun.
Jika alasannya proses pemilu merupakan kegiatan rutinitas, memang benar akan tetapi setiap orang harus mau berkembang dan mau maju. Sehingga perubahana sistem apapun yang ditetapkan maka harus diikuti untuk kepentingan bersama.
Untuk bisa mengikuti aturan yang ada maka perlua ada strategi yang harus dilakukan, sehingga pilkada bisa berjalan sesuai aturan. meski strategi ini mengingkari keadaan yang sebenarnya. dan strategi ini bisa dilakukan jika semua aturan sudah ditempuh namun tetap saja minim "orang-orang" yang mau peduli. salah satu strareginya adalah dengan membuat surat pernyataan-surat pernyataan yang menyatakan belum pernah menjabat 2 kali atau lebih. paling tidak ini menjadikan pilihan terakhir. selamat berpilkada....
Minggu, 29 Juni 2014
Pilpres, Piala Dunia dan Puasa
Momentum penting tahun ini terjadi hampir bersamaan, atau bahkan terjadi di bulan yang sama.
Rangakain pemilian presiden mulai dari dukungan partai-partai ke salah satu
calon presiden dan calon wakil presiden, pendaftaran bakal calon presiden dan
bakal calon wakil preiden , masa-masa
kampanye dan tahapan selanjutnya adalah pemungutan suara.
Gegap gempita ajang sepak bola dunia juga mewarnai
sendi-sendi nadi warga dunia saat ini, ketika tim-tim kesebelasan kesayangannya
melaju ke babak selanjutnya semakin membuat puncak euforia yang tak terbendung.
Untuk menantikan siapa juaraa dunia tahun ini.
Bulan yang dinanti-nantikan oleh umat muslim sedunia akhirnya
tiba juga, bulan dimana ketika kita melakukan kebaikan-kebaikan akan
dilipatgandagan amal kesalehannya, ini datangnya berbarengan dengan event
pilpres, dan piala dunia. Kalau ditarik dari “berbarengnya” waktu ketiga
kegiatan ini tentu membuat kita bisa memanfaatkan atau mengambil hikmah dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi ditengah-tengah event ini.
Banyak kejadian-kejadian ataupun perilaku kita yang seharusnya tidak sepantasnya dilakukan
ketika kita mendukung salah satu capres atau cawapres dengan menjelek-jelekkan,
mengolok-olok, memfitnah atau apapun namanya yang bisa menimbulkan sakit hati
ataupun tersinggung pihak lain. Dengan adanya pilpres ini sejatinya watak
ataupun perilaku kita yang sebenarnya akan kelihatan, ketika kita membuka media sosial
selama ini dengan status-status yang ada, banyak terlihat umpatan, hinaan, ataupun tuduhan yang tidak
mendasar. Kita telah melupakan wejangan
orang tua kita dulu untuk melakukan mikul
dhuwur mwndhem jero. Bahkan seorang yang sudah diakui kecendekiawanannya
bisa ikut-ikutan menghujat, memprovokasi atau men”judge” bahwa capres yang
tidak didukungnya merupakan gang teroris dengan mempostingkan di media
sosialnya dengan gambar yang menyeramkan, seorang budayawan yang harusnya kalau
bicara arus “berbudaya” ternyata jauh dari “rasa berbudaya”, dengan melontarkan
kicauan-kicauan di media sosial yang tentunya tidak semua orang sepaham dengan
dirinya. Memang kita terlanjur menikmati era keterbukaan yang nyatanya malah
menabrak tatanan etika yeng telah kita ikuti sejak kecil meski tidak semuanya
benar.
Tidak ubahnya pada pilpres, ketika penyerang Uruguay Luis
Suarez dengan tingkahnya yang menggigit bek Italia Giorgio Chiellini pada laga
group D piala dunia 2014 kemarin adalah cerminan perilaku yang tidak
sepantasnya dilakukan oleh seorang pemain kelas dunia. Memang meski seorang
Suarez melakukan tindakannya dilakukan tidak sengaja ataupun spontan untuk
membela diri tetapi hal itu menandakan ke”spontanitas”an sesorang yang kurang
terpuji, dengan demikian hal ini bisa dikategorikan untuk tujuan melukai orang
itu atau setidaknya mengganggu orang itu. Seharusnya kehadiran piala dunia 2014
di Brasil ini bisa membawa dampak bagi kelangsungan pesta demokrasi kita yakni
pilpres, dalam sepak bola kita diwajibkan menjujung tinggi fair play, dan kalau
memang lawan yang kita jagokan bermain lebik baik harus kita akui kalau memang
bermain lebih cantik. Tujuan dari pelaksanaan pilpres, piala dunia dan puasa sejatinya
adalah mencari kemenangan yang hakiki, pemenang yang tidak menyakiti, tidak menghalalkan
segala cara, atau menang yang “rahmatan lil alamin”. Pemilihan Presiden dan
wakil presiden tentunya mencari pemenang yang memang di kehendaki rakyat, piala
dunia juga mencari juara yang benar-benar juara dan puasa sejatinya juga mencari
pemenang-pemenang yang benar-benar telah diuji. Bulan Ramadhan ini ibarat madharasah
keimanan, kita digembleng dan dididik untuk rajin menjalankan ibadah-ibadah
yang nantinya setelah kita keluar dari madharasah ini jadi pemenang-pemenang yaitu
orang yang taat beribadah dan bisa memanage hasrat diri. Banyak sekali
pelajaran yang kita ambil dari puasa untuk hubungannya dengan pilpres dan piala
dunia, diantaranya dalam puasa kita diwajibkan menahan untuk mengendalikan
hasrat diri sehingga apapun yang kita lakukan tidak menyinggung, menghina,
menjelek-jelekkan pihak lain terutama yang berseberangan dengan halaun politik
kita atau berbeda kesebelasan yang kita unggulkan.
Mudah-mudahan peristiwa-peristiwa yang berbarengan ini bisa
membawa dampak yang positif bagi kehidupan kita, siapapun yang menang menjadi
presiden dan wakil presiden harus kita dukung karena itu adalah pilihan rakyat,
tim manapun yang akan juara harus kita hormati meski tim tersebut bukan tim
jago kita, dan dalam bulan Ramadhan ini mudah-mudahan kita menjadi pemenang-pemenang
yang sejati, tidak berubah lagi perilaku kita yang sudah digembleng dikawah
candradimuka yaitu bulan Ramadhan meski nanti bulan ramadhan meninggalkan kita.
Tegalgondo, 30 Juni 2014
Jumat, 07 Februari 2014
Jumat, 05 April 2013
Pantai Jonggring Saloka
Pantai Jonggring Saloka adalah sebuah pantai yang indah terletak di Desa
Mentaraman Kecamatan Donomulyo, berjarak kurang lebih sekitar 70 Km
dari pusat Kota Malang. Pantai ini merupakan salah satu pantai yang ada
di Kabupaten Malang yang mempunyai ombak cukup besar. Tak heran beberapa
pengunjung menggunakan pantai ini untuk bermain surfing. Apabila anda
berkunjung ke Kabupaten Malang, jangan lupakan pantai Malang selatan
yang satu ini.
Pantai Jonggring Saloka terletak di
desa Mentaraman. Ada dua tempat yang menjadi daya tarik di Jonggring
Saloka, yakni "Ngebros" adalah suatu tempat yang terdapat karang yang
terdapat lubang besar, yang mana ketika ombak besar menghantamnya akan
terjadi semburan air laut yang tinggi ke angkasa, kemudian "Pantai Pasir
Hitam", dipantai ini anda akan melihat hamparan pasir disepanjang
pantai yang berwarna hitam pekat dan pasirnya halus lembut. Pada awal
dibukanya pantai Jonggring Saloka, terdapat upacara labuhan yang
dilaksanakan pada tanggal 14 Muharam sore atau malam bulan purnama (15
Suro). Acara berupa larung sesaji ke laut.
Mari Memasarkan Grobogan
Suara Merdeka 05 April 2013
- Oleh Tri Marhaeni P Astuti
SIAPA tidak
kenal Grobogan, kabupaten terbesar di Jawa Tengah dengan berbagai image dan
stereotipe? Ada ungkapan menarik, “Purwodadi kuthane, sing dadi nyatane”, yang
menurut saya menjadi semacam “tagline” pemicu semangat untuk terus berkarya dan
menunjukkan eksistensi sebagai orang Grobogan.
Menyebut
Purwodadi, Grobogan, kita akan segera terhubung dengan kuliner yang paling
menghegemoni, yakni masakan swike. Image yang selalu terbangun, swike itu
kodok, seolah-olah orang Grobogan suka makan katak. Padahal swike adalah jenis
masakan, yang isinya bisa ayam bisa pula kodok. Alangkah lebih baik apabila
romansa masakan ini bisa mengopini bahwa swike ayam Grobogan juga merupakan
identitas setenar swike kodok.
Kecap
Purwodadi juga punya tempat tersendiri di hati masyarakat, selalu menjadi
oleh-oleh khas. Sayang, untuk mendapatkannya, kita harus bertanya dulu dari
satu orang ke orang lain. Sering saya ditanya, “Di mana to tempat membelinya?”
Luas wilayah
Grobogan juga memberi berkah dengan berbagai potensi dan representasi
identitas. Dari bagian barat, Gubug dan Godong terkenal dengan keripik renyah
dan khas yang tidak ditemukan di tempat lain. Keripik yang masih berbentuk
kedelai (seperti tempe belum jadi) yang diiris tipis sangat renyah dan gurih.
Namun untuk menemukannya juga hanya orang-orang tertentu saja yang bisa, hanya
dari mulut ke mulut. Lalu bagaimana caranya agar keripik Gubug ini bisa didapat
dengan mudah, “di depan mata”?
Ikon kuliner
lain adalah getuk bersemi. Ini sebenarnya bisa menjadi potensi identitas yang
luar biasa. Getuk merupakan makanan rakyat dengan romantisme masa lalu dan
“kebermaknaan untuk kesehatan” pada masa kini.
Masih banyak
lagi kuliner Grobogan yang membawa romansa penghegemoni masyarakat. Misalnya
sega pecel Gambringan, sega jagung, bothok yuyu, gudangan, dan ungker lombok
ijo. Yang saya sebut itu hanya sebagian kecil, karena masih banyak lagi
jenis kuliner yang romantik dan terkenal.
Situs
Sejarah
Selain
wisata kuliner juga banyak situs bersejarah yang menjadi identitas Grobogan.
Sudah pernah saya tulis dalam artikel terdahulu, terdapat tempat-tempat
bersejarah dan objek wisata religi, seperti situs Ki Ageng Selo, Api Abadi
Mrapen, dan Bledhug Kuwu. Juga tempat-tempat wisata religi dengan berbagai
sendangnya.
Last but not
least, Grobogan punya potensi wisata budaya yang sangat terkenal: tayub. Betapa
indah jika kesenian yang tiap tahun difestivalkan ini betul-betul dikemas dalam
satu paket wisata reguler, sehingga orang selalu menanti. Bukankah kita
mengenal Festival Kesenian Jember, Solo Batik Carnival, Apem Yaqowiyu di
Klaten, yang tiap tahun selalu ditunggu masyarakat?
Sentra
Produk
Di wilayah
industri-kebudayaan, Grobogan sudah mulai mengembangkan batik khas. Sebagai
penyuka batik yang “tiada hari tanpa berbatik”, saya sangat bangga ketika
daerah kelahiran saya itu mengembangkan batik khas. Hanya, di mana harus
mendapatkan, akses informasinya masih sangat terbatas.
Sangatlah
penting jika Grobogan mempunyai sentra produk asli yang mudah dijangkau,
gampang ditemukan, dengan bersinergi mengembangkan kekuatan promosi media
massa. Eksotisme sebagai wilayah di pegunungan kapur akan terwakili dari
sentra produk ini.
Tentu
dibutuhkan kerja keras, kreativitas, dan tak pernah bosan berinovasi agar
sentra produk asli Grobogan itu benar-benar menghegemoni masyarakat. Saya
mengimpikan suatu saat image Grobogan berubah dari “jalan yang selalu rusak”
menjadi Grobogan yang dikenal karena potensi-potensi, antara lain wisata
kuliner dan wisata budayanya.
Sebagai
catatan, kabupaten ini sudah meraih banyak penghargaan, di antaranya Parahita
Ekapraya empat kali berturut-turut. Penghargaan ketahanan pangan pun sudah
didapatkan. Ujung-ujungnya, keberagaman potensi itu menjadi tak bermakna
manakala orang luar kesulitan mengakses, antara lain karena keterbatasan
informasi dan banyak infrastruktur jalan yang rusak. (10)
— Tri Marhaeni Pudji Astuti, guru besar Antropologi Jurusan Sosiologi & Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Unnes
Langganan:
Postingan (Atom)