Momentum penting tahun ini terjadi hampir bersamaan, atau bahkan terjadi di bulan yang sama.
Rangakain pemilian presiden mulai dari dukungan partai-partai ke salah satu
calon presiden dan calon wakil presiden, pendaftaran bakal calon presiden dan
bakal calon wakil preiden , masa-masa
kampanye dan tahapan selanjutnya adalah pemungutan suara.
Gegap gempita ajang sepak bola dunia juga mewarnai
sendi-sendi nadi warga dunia saat ini, ketika tim-tim kesebelasan kesayangannya
melaju ke babak selanjutnya semakin membuat puncak euforia yang tak terbendung.
Untuk menantikan siapa juaraa dunia tahun ini.
Bulan yang dinanti-nantikan oleh umat muslim sedunia akhirnya
tiba juga, bulan dimana ketika kita melakukan kebaikan-kebaikan akan
dilipatgandagan amal kesalehannya, ini datangnya berbarengan dengan event
pilpres, dan piala dunia. Kalau ditarik dari “berbarengnya” waktu ketiga
kegiatan ini tentu membuat kita bisa memanfaatkan atau mengambil hikmah dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi ditengah-tengah event ini.
Banyak kejadian-kejadian ataupun perilaku kita yang seharusnya tidak sepantasnya dilakukan
ketika kita mendukung salah satu capres atau cawapres dengan menjelek-jelekkan,
mengolok-olok, memfitnah atau apapun namanya yang bisa menimbulkan sakit hati
ataupun tersinggung pihak lain. Dengan adanya pilpres ini sejatinya watak
ataupun perilaku kita yang sebenarnya akan kelihatan, ketika kita membuka media sosial
selama ini dengan status-status yang ada, banyak terlihat umpatan, hinaan, ataupun tuduhan yang tidak
mendasar. Kita telah melupakan wejangan
orang tua kita dulu untuk melakukan mikul
dhuwur mwndhem jero. Bahkan seorang yang sudah diakui kecendekiawanannya
bisa ikut-ikutan menghujat, memprovokasi atau men”judge” bahwa capres yang
tidak didukungnya merupakan gang teroris dengan mempostingkan di media
sosialnya dengan gambar yang menyeramkan, seorang budayawan yang harusnya kalau
bicara arus “berbudaya” ternyata jauh dari “rasa berbudaya”, dengan melontarkan
kicauan-kicauan di media sosial yang tentunya tidak semua orang sepaham dengan
dirinya. Memang kita terlanjur menikmati era keterbukaan yang nyatanya malah
menabrak tatanan etika yeng telah kita ikuti sejak kecil meski tidak semuanya
benar.
Tidak ubahnya pada pilpres, ketika penyerang Uruguay Luis
Suarez dengan tingkahnya yang menggigit bek Italia Giorgio Chiellini pada laga
group D piala dunia 2014 kemarin adalah cerminan perilaku yang tidak
sepantasnya dilakukan oleh seorang pemain kelas dunia. Memang meski seorang
Suarez melakukan tindakannya dilakukan tidak sengaja ataupun spontan untuk
membela diri tetapi hal itu menandakan ke”spontanitas”an sesorang yang kurang
terpuji, dengan demikian hal ini bisa dikategorikan untuk tujuan melukai orang
itu atau setidaknya mengganggu orang itu. Seharusnya kehadiran piala dunia 2014
di Brasil ini bisa membawa dampak bagi kelangsungan pesta demokrasi kita yakni
pilpres, dalam sepak bola kita diwajibkan menjujung tinggi fair play, dan kalau
memang lawan yang kita jagokan bermain lebik baik harus kita akui kalau memang
bermain lebih cantik. Tujuan dari pelaksanaan pilpres, piala dunia dan puasa sejatinya
adalah mencari kemenangan yang hakiki, pemenang yang tidak menyakiti, tidak menghalalkan
segala cara, atau menang yang “rahmatan lil alamin”. Pemilihan Presiden dan
wakil presiden tentunya mencari pemenang yang memang di kehendaki rakyat, piala
dunia juga mencari juara yang benar-benar juara dan puasa sejatinya juga mencari
pemenang-pemenang yang benar-benar telah diuji. Bulan Ramadhan ini ibarat madharasah
keimanan, kita digembleng dan dididik untuk rajin menjalankan ibadah-ibadah
yang nantinya setelah kita keluar dari madharasah ini jadi pemenang-pemenang yaitu
orang yang taat beribadah dan bisa memanage hasrat diri. Banyak sekali
pelajaran yang kita ambil dari puasa untuk hubungannya dengan pilpres dan piala
dunia, diantaranya dalam puasa kita diwajibkan menahan untuk mengendalikan
hasrat diri sehingga apapun yang kita lakukan tidak menyinggung, menghina,
menjelek-jelekkan pihak lain terutama yang berseberangan dengan halaun politik
kita atau berbeda kesebelasan yang kita unggulkan.
Mudah-mudahan peristiwa-peristiwa yang berbarengan ini bisa
membawa dampak yang positif bagi kehidupan kita, siapapun yang menang menjadi
presiden dan wakil presiden harus kita dukung karena itu adalah pilihan rakyat,
tim manapun yang akan juara harus kita hormati meski tim tersebut bukan tim
jago kita, dan dalam bulan Ramadhan ini mudah-mudahan kita menjadi pemenang-pemenang
yang sejati, tidak berubah lagi perilaku kita yang sudah digembleng dikawah
candradimuka yaitu bulan Ramadhan meski nanti bulan ramadhan meninggalkan kita.
Tegalgondo, 30 Juni 2014