Rabu, 26 Oktober 2011

Sombat-sambat Ora Sumbut

Pamomong

24 Oktober 2011 | 01:00 wib
Share :Facebook Twitter
Budaya Mengeluh


image

Oleh: Diantika PW

MENGELUH, rasanya sudah membudaya di kalangan masyarakat kita. Simak saja di berbagai jejaring sosial, kata-kata keluhan, umpatan, hingga cacian mewarnai dinding-dinding para pemilik akun. Entah keluhan yang di tujukan untuk teman kerja, tetangga, sistem pemerintahan, hingga mengeluh untuk dirinya sendiri.

Seperti sebuah kebiasaan, mulai dari bangun tidur saja kalimat keluhan sudah terlontar. Ada-ada saja hal dan cara keluhan mereka, misalnya saja jika hendak mengawali hari Senin. Seperti yang saya kutip dari beberapa status teman di facebook yang menuliskan, "Kenapa ya ada hari Senin," atau "Lagi-lagi Senin," dan "I hate monday!"

Padahal, semakin mengeluh dan memikirkan suatu ketidaksenangan, justru akan semakin menariknya ke dalam kehidupan kita. Tak ubanya hukum tarik menarik atau dikenal dengan konsep Law of Attraction yang dipopulerkan di buku best seller "The Secret".

Kebudayaan Jawa pun sejatinya telah mengajarkan kita untuk selalu bersukur dan menjaga keharmonisan dengan alam. Memaknai dan memberi warna istimewa terhadap hasil yang telah diperoleh. Kemudian memanfaatkannya untuk kepentingan orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarga. Ini merupakan presentasi kebudayaan Jawa yang senantiasa diselaraskan dengan alam dan kaya makna dalam ranah kehidupan sosial.

Tanpa disadari, tak sedikit seseorang yang banyak berpendapat, tetapi kurang pendapatan (produktivitasnya). Dalam idiom Jawa disebut, "sombat-sambat ora sumbut". Artinya, banyak mengeluh tetapi tidak sepadan (dengan usahanya). Sadarkah bahwa bersyukur akan jauh lebih melegakan ketimbang mengeluh?

Ada berbagai hal untuk menaklukan sifat buruk ini.

1. Hari ini, sebelum mengatakan kata-kata yang tidak baik, pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali
2. Sebelum mengeluh tentang rasa dari apa yang hendak disantap, pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan
3. Sebelum mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta di jalanan
4. Sebelum mengeluhkan pasangan, pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Allah untuk diberikan teman hidup
5. Sebelum mengeluh tentang kehidupan kita, pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat.
6. Sebelum mengeluh tentang anak-anak, pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul.
7. Di saat tengah lelah dan mengeluhkan pekerjaan, pikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti kita.
8. Sebelum menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa.

Alam sebenarnya mempunyai inteljensi luar biasa yang mampu memahami niat dan isi hati kita tanpa ada batasan cara. "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (Al Quran, Ibrahim, 14:7)

Senin, 17 Oktober 2011

SUARA MERDEKA CYBERNEWS .:KEJAWEN - Konsep "Nguwongke Wong" Relevan untuk HR Modern

SUARA MERDEKA CYBERNEWS .:KEJAWEN - Konsep "Nguwongke Wong" Relevan untuk HR Modern

Konsep "Nguwongke Wong" Relevan untuk HR Modern


Share :Facebook Twitter
image

PENGEMBANGAN organisasi melalui manajemen sumberdaya manusia atau akrab dikenal Human Resources (HR) tidak hanya melulu dari konsep teori barat namun bisa dilhami dari kearifan lokal budaya Jawa.

Sebut saja, konsep ''nguwongke wong'' (memanusiakan manusia) dan ''sugih tanpo bondo'' (kaya tanpa harta benda) yang menurut guru besar Fakultas Psikologi UGM Prof Dr Djamaludin Ancok, sangat cocok dan relevan dalam pengembangan organisasi modern yang berkembang sekarang ini.

''Manusia bukan lagi dianggap aset dalam konsep sebuah organisasi, tapi bagian penting dari organisasi. Menciptakan manusia itu semakin bersumberdaya dan semakin bermakna,'' katanya dalam diskusi ''Manajement Forum, The future of HR'' yang berlangsung di Faculty Meeting, MM UGM.

Menurut Prof Ancok, konsep HR masa depan bukan lagi uang sebagai tolak ukur untuk meningkatkan prestasi kerja. Melainkan, terbangunnya rasa kebersamaan dan suasana kerja kondusif. ''Disinilah konsep ''nguwongke wong'' dan ''sugih tanpo bondo'' sangat relevan,'' katanya.

Selain berinovasi, pemimpin HR di sebuah perusahaan juga harus mampu mendorong tumbuhnya kompetensi dan rasa saling berbagi informasi antarkaryawan. ''Jangan sampai organisasi membunuh kompetensi. Jika sudah terkotak, birokratis, tidak sharing knowledge maka biaya' yang dikeluarkan sangat mahal,'' tuturnya.

Menurutnya, seorang HR harus menganggap semua orang yang bekerja di perusahaan sebagai orang penting. Tidak ada orang yang dianggap lebih penting di sebuah perusahaan. ''Dulu orang menganggap pilot paling penting dalam menerbangkan pesawat. Tapi kini yang lebih penting adalah supir mobil yang mengantar pilot datang tepat waktu ke bandara,'' katanya mengilustrasikan.

Sementara pakar senior ilmu manajemen dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Hani Handoko PhD mengatakan, HR perlu membuat strategi baru untuk membangun perubahan leadership, mindset dan budaya kepada karyawan dalam membantu organisasi mencapai tujuan utamanya. ''Karena karyawan tidak hanya dimiliki fisiknya, namun juga jiwanya,'' ujarnya.

Ditambahkan, strategi pengelolaan HR harus menempatkan karyawan sesuai dengan keahliannya. Apabila tidak dijalankan maka yang muncul adalah rasa frustasi. Oleh karena itu, tugas HR adalah meningkatkan kompetensi, komitmen dan kontribusi karyawan untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan dengan disertasi imbalan yang setimpal.

''Orang yang bertahan bekerja biasanya sedikit give tapi banyak dapat get. Sementara yang memilih keluar dari perusahaan karena banyak give tapi sedikit get yang didapatkan,'' tuturnya.

Tapi apa yang menyebabkan seseorang mau datang ke tempat kerja? Menurutnya justru bukan uang atau status, namun lebih kepada hubungan relasi kerja yang sudah terbangun di tempat kerja.

Sumber : Pamomong Suara Merdeka

22 Agustus 2011 | 13:25 wib
Share :Facebook Twitter

(Bambang Unjianto/CN27)