Kamis, 31 Januari 2013

Menjadi NU dan Sekaligus Juga Muhammadiyah






oleh Imam Suprayogo Satu pada 31 Januari 2013 pukul 15:32 ·

Dulu antara  NU dan Muhammadiyah memang berjarak jauh. Perbedaan itu sangat terasa. Ke-NU an dan Ke-Muhammadiyahan seseorang sedemikian jelas.   Orang NU hanya mau shalat di masjid NU dan begitu pula sebaliknya, orang Muhammadiyah hanya mau shalat di masjid Muhammadiyah, kecuali bagi mereka yang dalam keadaan darurat. NU membangun masjid sendiri dan begitu pula Muhammadiyah. Bahkan antara keduanya tidak jarang bersaing sekalipun tidak pernah disebut siapa  sebagai pemenangnya.
 Akhir-akhir ini perbedaan itu sudah semakin menipis. Banyak orang NU yang cara  menjalankan ritualnya seperti Muhammadiyah,  dan begitu pula sebaliknya, tidak sedikit orang yang mengaku sebagai Muhammadiyah tetapi juga ikut berdzikir bersama-sama NU. Mereka itu juga membaca doa khunut waktu subuh,  dan juga tahlilan tatkala anggota keluarganya meninggal.  Selain itu, banyak anak NU bersekolah di lembaga pendidikan Muhammadiyah,  dan juga sebaliknya tidak sedikit anak-anak Muhammadiyah yang dimasukkan di lembaga pendidikan NU yang berkualitas.
 Lebih dari itu,  sekalipun antara pimpinan NU dan Muhammadiyah dalam menentukan awal Ramadhan  dan hari raya berbeda, tetapi tidak sedikit  di  antara warga Muhammadiyah dan NU melakukannya secara bersama-sama.  Bahkan juga orang NU shalat Id di lapangan dan sebaliknya, orang Muhammadiyah shalat Id di masjid. Rupanya perbedaan-perbedaan itu sudah dirasakan bukan lagi sebagai sesuatu yang bersifat mendasar. Toleransi untuk membangun kebersamaan sudah semakin dirasakan sebagai hal yang lebih penting  daripada memelihara perbedaan yang melahirkan jarak di antara umat yang sebenarnya menganut agama yang sama.
 Perbedaan itu akhirnya hanya pada tataran organisasi. Secara organisasi memang berbeda, sebab pengurus dan anggaran dasar dan anggaran  rumah tangganya berbeda. Akan tetapi  perbedaan organisasi itu tidak lagi terlalu membuat jarak di antara para anggotanya. Hubungan itu lama kelamaan menjadi  saling mendekat dan menjadi lebih baik. Umat Islam menjadi semakin menyatu. Semakin disadari bahwa, persatuan itu adalah hal pokok. Umat akan menjadi semakin maju, manakala bersatu dan kokoh.  Perbedaan dan apalagi perpecahan hanya akan melemahkan potensi dan kekuatan umat Islam sendiri.
 Keberadaan organisasi  adalah penting dan  harus tetap ada. Sebab dengan organisasi itu,  umat bisa dimobilisasi untuk  mencapai tujuan bersama dan juga untuk dakwah. Kekuatan umat  yang berbeda-beda atau beraneka ragam harus diakomodari, dikonsolidasi,  dan dimobilisasi  untuk  meraih tujuan bersama. Di dalam Islam dianjurkan agar berlomba-lomba dalam kebaikan atau fastabiqul khairat. Perlombaan itu hanya akan terjadi manakala ada kelompok-kelompok yang berbeda-beda itu.
 Melihat gambaran tersebut, maka ke depan,  antara NU dan Muhammadiyah  akan semakin menyatu.   Bahkan sekarang  saja,   pada wilayah-wilayah tertentu keadaannya sudah seperti itu.  Beberapa tahun yang lalu,   beberapa tokohnya, pernah   menggulirkan isu tentang kemungkinan seseorang memiliki kartu anggota ganda, yaitu sebagai anggota NU dan sekaligus juga anggota Muhammadiyah. Prof. Munir Mulkhan dalam sebuah penelitiannya juga  membuat kategori, dengan menyebut  MUNU, yaitu sebagai  Muhammadiyah  dan sekaligus sebagai NU.
 Pandangan  tersebut  kiranya sangat penting terus dikembangkan,  agar di antara sesama  umat  Islam  semakin dekat,  menyatu,  dan kokoh.  Keberadaan organisasi  sosial keagamaan tetap penting,  sebagai piranti  gerakan dakwah dan fungsi-fungsi produktif lainnya.  Tetapi  tidak ada halangan  menjadi NU  sekaligus juga menjadi Muhammadiyah. Setidaknya,  sebagai anggota  Nu menyekolahkan anaknya  di Muhammadiyah,  dan atau  juga Muhammadiyah tetapi selalu ikut mengaji di pesantren NU. Sehingga perbedaan itu hanya pada afiliasi organisasi  belaka. Bagi semua,    yang terpenting umat  tetap  bersatu dan tampak indah.   Wallahu a’lam. 

Tidak ada komentar: