Jumat, 05 April 2013

Manajemen Keturunan - Jawa Pos, 1 April 2013




oleh : Rhenald Kasali (Catatan) pada 5 April 2013 pukul 9:40
            
 Di atas panggung saya melihat  Ibas beberapa kali melihat jam tangannya saat ketua sidang KLB Partai Demokratdi Bali Maret 2013, Mangindaan menjelaskan mekanisme persidangan. Entah apa yang ada di kepala putra presiden yang belakangan namanya sering disebut-sebut pers itu. Apalagi saat ayahanda didaulat menjadi Ketua UmumPartai yang didirikannya.
           Di luar gedung, televisi menurunkan narasumber-narasumber  yang sinis berucap terhadap political dynasty. Nama-nama keluarga sebagai calonpresiden pun diusung para pengikut seakan menjadi jalan keluar dari jebloknyarating. Sedangkan di dalam gedung, ribuan kader mendesak: SBY harus takeover,keluarga  adalah calon presiden berikutnya. Di dalam hati, saya justruberempati pada para penerus dynasty:“Betapa berat beban yang kau tangggung, nak.” 

 TheCaged Life
           Kahlil Gibran menulis, “anakmubukanlah anakmu, mereka putra-putri sang hidup, yang rindu akan dirinyasendiri”. Tetapi di seluruh dunia, orang tua dan komunitas merasa anak adalahmilik orang tua. Mereka bertanggung jawab memikul beban sejarah. Kehebatan dandosa orang tua adalah milik anak, harta dan tahta orang tua juga menjadi hartaanaknya. Anak-anak dipenjara, menjadi the prisioner of the past. Theprisioner of our problem.
           Dua tahun yang lalu, saatmemindahkan anak dari sebuah SMA terpandang di Jakarta, saya melihat air mataAdam  (16 tahun) menetes. Berat rasanya meninggalkan komunitas berbagirasa di sini. Masalahnya, wali kelas yang hebat selalu membandingkan prestasianak dengan ayahnya yang profesor. Jauh di balik keriangannya bergaul, adaderita yang ia tanggung membawa beban nama keluarga. Di luar negeri, ia diperlakukan sama dengan anak-anak lain, lagi pula tak ada yang kenalsiapa ayahnya. Di sana ia bebas belajar menjadi dirinya sendiri. 
           Saya tak pernah bercita-cita menjadikan anak-anak atau istri seperti diri saya.Mereka bebas menempuh perjalanan hidup ini, menemukan lentera jiwanya. Jauh dibalik hujatan terhadap putra-putri pejabat yang seakan-akan menikmati ketenaransebagai putra orang-orang terkenal, saya justru menaruh simpati yang teramatdalam. Entah ia putra presiden, anak direktur atau pengusaha, putri menteri,anak rektor atau guru besar. Semua berpotensi hidup dalam kurungan jiwa: TheCaged Life.
           Hidup yang menderita adalah hidupyang dijalani untuk menyenangkan orang lain dan didikte. Naskah pidatodibuatkan, senyum  disetel dan orang-orang yang berada disekitar kitabukanlah sahabat yang kita pilih, kita tak tahu siapa mereka. Dulu orangmemerangkap Tutut agar menjadi penerus dynastySoeharto. Lalu orang juga memerangkap Puan untuk meneruskan dynasty Soekarno.  Maaf, dynasty bukanlah melulu masalahpresiden, itu adalah masalah pendukung yang takut kehilangan pijakan.
           Di Jakarta, M. Rasyid Amrullah, putra Menko Perekonomian Hatta Rajasa harusnyabersedih kala tak bisa merasakan pahitnya jeruji penjara. Ia dipaksa menerimakehendak jaksa dan hakim yang begitu hormat terhadap nama besar keluarganya.Hukuman percobaan itu  bukanlah hadiah dari Tuhan, melainkan buatanmanusia. Ketika manusia tak bisa merasakan penderitaan, ia justru akankekurangan kebahagiaan. “Betapa berat dikejar rasa bersalah sepanjang hidupketimbang memanggul salib beberapa bulan,” ujar umat Kristiani di hari Paskah .
           Di Amerika Serikat, political dynasty bukannya tidak ada. HillaryClinton ingin mengulangi sejarah suaminya. George Bush, Jr  bahkandipercaya dua periode meneruskan ambisi keluarganya. Demikian pula keluargaKennedy yang meneruskan ambisi kakek Joe Kennedy yang kaya raya dari berbagaiusaha (termasuk impor ilegal minuman keras). Sebagian publik melihat dynastyini meraih kejayaan politik: menjadi presiden (JFK), senator (Robert dan Ted)dan anggota parlemen. Tetapi publik yang lain mencatat banyak anggota keluargayang mengalami depresi hingga bunuh diri.
           Di Turki, orang selalu ingat jasa Sultan Mehmed II yang berhasil menegakkankejayaan Islam dengan menaklukan Constatinopel. Tetapi di awal abad 20, parapenerus kerajaan Ottoman justru menanggung beban.  Mereka diusir dariTurki, saat bangsa ini menghendaki negerinya menjadi republik. Tak bolehkahputra mahkota menjadi rakyat biasa dan hidup sebagai musisi, akademisi, petani,atau apa saja yang mereka suka?
           Hal serupa harusnya juga dirasakan keluarga Papandreou di Yunani yang empatgenerasinya mampu menjadi perdana menteri. Namun begitu George Papandreoumemimpin, Yunani justru didera krisis terhebat sepanjang sejarah sehingga iadipaksa turun pada tahun 2011. Pemimpin bukan cuma dibekali darah, tapi diujioleh sejarah dan sekolah.
           Jadi manajemen keturunan bukanlah hal yang sederhana. Kalau kebahagiaan adalahobjektif sebuah kehidupan, maka biarkanlah Ibas dan Puan menata kehidupannyasendiri. Biarkanlah mereka hidup dalam lentera jiwanya. Biarkanlah anak-anakAnda, wahai para pengusaha dan pejabat, menemukan rindunya hidup merekamasing-masing. Para pendukung  harus mulai bisa melepaskan nama besarorang tua  dari  anak-anaknya agar hidup bahagia, dan bangsa inimenemukan pemimpin yang teruji.


Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan

Tidak ada komentar: